Minggu, 12 Desember 2010

Bersiaplah dengan perubahan

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi (an-ankabut :2) Tidak ada yang tetap di bawah langiti, kecuali perubahan.  Karena  Perubahan adalah sebuah kepastian (an-nonim).

Perubahan adalah hal yang terus berlangsung setiap waktu. Antara hari ini dan kemarin, saat ini dengan nanti, tahun ini dengan tahun depan. Kita sadari atau tidak kita sadari selalu ada yang berubah, baik di dalam diri kita atau di luar diri kita. Hal yang paling asasi dari perubahan sebenarnya bukanlah ada pada perubahan itu, melainkan ada pada diri kita sebagai manusia. Yaitu bagaimana kita menyesuaikan dengan berubahnya sesuatu di luar kita. Kata orang bijak, tidak akan berhasil orang yang menyelesaikan tantangan baru dengan cara lama.

Perubahan itu (bisa) menjadi berbahaya, perubahan menjadi harus disikapi dengan bijaksana tidak lain karena adanya sebuah prinsip yang tidak boleh ikut berubah, adanya hal-hal yang harus dipertahankan sedari mula hingga akhir masa. Dan hal itu tercantum pada kata-kata Alloh dalam sebuah surah-Nya.

Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (al-ashr).

Beriman, beramal shaleh, dan saling menasehati dalam kebaikan adalah rangkuman yang cerdas menggambarkan inti dari apa yang harus dipertahankan dalam masa-masa kehidupan kita. Dalam surat yang pendek tersebut, jika kita baca tafsirnya, sebenarnya panjang-lebar, luas-lengkap makna yang dikandungnya.

************
Kita sepakat hal-hal tadi harus selalu kita pertahankan dalam segala kondisi-cuaca kehidupan kita. Kendati perubahan hakikatnya selalu terjadi setiap masa dalam hidup kita, saya kira ada beberapa moment istimewa dalam kehidupan kita yang harus kita kelola sedemikian rupa-sehingga, hal yang tetap ,tetap berjalan sebagaimana mestinya. Dan masa-masa itu adalah, menurut saya :

Saat kita menikah
Abraham Maslow, sang pencetus madzhab humanistik dalam psikologi mengatakan, “Menikah adalah awal mula kehidupan yang sesungguhnya”. Ketika menikah maka seseorang akan mengalami perubahan status. Perubahan status tersebut membawa konsekuensi yang sangat besar, baik hal yang menyenangkan atau membebankan. Alloh saja, menyebut ikrar dalam pernikahan sebagai “mitsaqon ghalidza” sebuah ucapan yang sangat berat bak gunung thursina. Aspek mencolok dalam status menikah adalah  tanggung jawab. Sebagai seorang suami atau istri. Bagi seorang suami adalah kewajiban baginya memberi nafkah kepada istri dan keluarganya.

Tuntutan memberi nafkah ini memang harus dilakukan dengan baik sesuai perintah Alloh. Karena itu wajib bagi seorang (calon) suami mengetahui bagaimana mencari rizqi yang halal. Bagi seorang istri, adalah kewajiban baginya menuruti suami dalam kebaikan. Kebebasan yang ia miliki sebagai seorang wanita kini harus dikompromikan dengan suaminya. Oleh karena itu wajib pula baginya untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan sebagai seorang istri.

Sebuah fenomena yang menarik dalam dunia para muda-mudi yang aktif mendakwahkan islam di masa mudanya. Dakwah mereka nilai sebagai prioritas utama, karena mereka meyakini bahwa berdakwah adalah jalan utama untuk meraih ridho Alloh subhanahuwata’ala dalam mengisi hari-hari kehidupannya. Menikah benar-benar akan  merubah kehidupan mereka. Ada sebuah fenomena yang semoga tidak merajalela. Dalam bahasa jawa fenomena itu bernama “BiRen” bar rabi terus leren (setelah menikah dakwahnya berhenti). Kalau menurut pandangan saya, tentu banyak faktor yang melatarbelakangi hal tersebut dan mungkin tidak bisa dipukulrata. Yang jelas hal tersebut terjadi akibat kurangnya persiapan (I’dad) menghadapi perubahan status mereka.  Secara logika tentu saja aktivitas dakwah mereka akan berkurang, namun marilah berbaik sangka bahwa mereka memang menambah amanah dakwah di keluarga mereka. Dan hal ini memang lebih utama.

Ketika kita bekerja
Mengapa saya meletakkan menikah terlebih dahulu dibandingkan bekerja, padahal banyak orang bahkan mungkin kebanyakan bekerja terlebih dahulu sebelum menikah?? Sebenarnya tidak ada masalah, hanya saja saya sepakat dengan Abraham maslow bahwa menikah adalah awal hidup yang selengkapnya.
Bekerja, jika anda sebelumnya adalah seorang pelajar, berarti kita mengikatkan diri dengan kewajiban yang baru dan lebih mengikat. Kita dituntut professional dan mengabdikan sebagian waktu kita untuk mengerjakan tugas-tugas kita. Tanggung jawab dan loyalitas  kuncinya !!
Hal yang juga harus menjadi perhatian kita adalah fenomena yang banyak terjadi di dunia kerja. Bukan rahasia lagi bahwa banyak hal-hal yang terlarang terjadi di sana. KKN mungkin bisa merangkum fenomena itu. Sekarang kita sebagai pelajar atau mahasiswa bisa dengan mudah beridealita bahwa kita antikorupsi, antidisogok dan anti nepotisme. Namun fakta banyak menunjukkan bahwa “kata di masa muda berbeda dengan perilaku di masa tua”. Saya rasa dari sekarang kita harus mempersiapkan diri kita agar tetap bisa menjalankan amal shaleh kita.

Ketika kita bermasyarakat
Hal ini berkaitan dengan status menikah kita. Ketika sudah menikah maka masyarakat akan merubah cara pendang mereka kepada kita. Contoh paling mudah adalah akan dilibatkannya kita dalam hal-hal kemasyarakatan secara lebih mendalam, pengurus RT misalnya. Beberapa orang bahkan langsung dijuluki “yang dituakan” setelah menikah padahal usianya masih muda.
Tantangan bermasyarakat sepertinya tidak mudah, Berapa banyak hadist yang memandu cara bertetangga. Bahkan syuga mensyaratkan cara bertetangga sebagai tiket masuk kedalamnya. Hal ini tentu sulit dirasakan oleh kita yang masih bergelar pemuda. Dinamika dan kehidupan sosial masyarakat juga tidak sederhana. Mulai dari masalah konflik kecil karena sampah dari pohon tetnagga sampai bagaimana kita bekerjasama membangun fasilitas umum ratusan juta menggunakan dana masyarakat. Bahkan dalam dunia dakwah ada istilah yang saya tidak tahu benar atau tidak :              ” Dakwah lingkungan adalah dakwah yang sebenarnya”

Itulah beberapa fenomena yang menuntuk perhatian kita sebagai manusia yang telah berkomitmen menjaga keimanan, amal sholeh dan menjaga iklim perbaikan dimanapun dan kapanpun. Perubahan adalah kepastian maka persiapan adalah keharusan. Sebuah kaidah dalam kehidupan muslim akan menutup catatan kecil ini.

Amal tanpa ilmu adalah (bisa) berbahaya
Ketika seorang muslim akan melakukan sesuatu maka ilmu atasnya wajib hukumnya
Wallohu’alam bi shawwab

Panggeran 11 desember
Yusuf Nur Arifin Trisnoputro
wassalamualaikum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

monggo menawi wonten komentar.....

Bolehkah berhutang dalam islam …..?

Rosulullah SAW telah mengajarkan kepada kita untuk senantiasa hidup sederhana dan melarang kita untuk hidup bermewah-mewah menghamburkan h...